Lompat ke konten

Kualitas dan Kepercayaan Modal Utama Bisnis Katering

Menyiapkan ransum atau makan siang dalam jumlah ribuan dalam satu waktu, tentu bukan perkara yang mudah apalagi di beberapa tempat yang berbeda. Itulah yang dilakukan oleh Endang Karsi, pemilik CV UFO Boga Sejahtera, setiap hari. Profesi itu sudah digeluti sejak tiga tahun lalu. 

“Dalam sehari, saya harus menyiapkan makan siang sebanyak 3.700 paket di empat pabrik yang berjauhan lokasinya,” kata Endang. Keempat pabrik itu di antaranya Torabika, PT Propam Raya, dan PT Dian Surya. Yang terbanyak di satu tempat, adalah 1.600 paket. Semuanya ada di kawasan industri Tangerang. Sementara itu dia sendiri tinggal di kawasan Jatipadang, Pasar Minggu, Jakarta Selatan.

Itu sebabnya, perempuan yang berusia 49 tahun pada 10 September lalu itu seringkali tak pulang. Dia terpaksa tidur di rumah kontrakan bersama sejumlah karyawannya di Tangerang. Dia menyediakan mess bagi seluruh karyawannya di empat tempat. Satu tempat di antaranya dekat dengan dapur umumnya. 

“Dengan adanya mess, jelas sangat membantu anak buah, karena mereka tak perlu keluar ongkos untuk ngontrak, transport, dan makan, sebab kmi tanggung makannya tiga kali sehari,” tutur perempuan Jawa kelahiran Klaten ini. Tentu saja semua karyawannya mau tinggal di mess karena kebetulan mereka berasal dari luar kota, di antaranya dari Kuningan, Jawa Barat. 

Apa kiat memperoleh pelanggan katering dalam jumlah besar itu? Endang pun menjelaskan, semua kliennya adalah perusahaan besar yang menerapkan standarisasi baku, termasuk dalam menyelenggarakan katering pabrik. Karena itu, perusahaan yang bisa mengikuti tender katering adalah yang telah memiliki sertifikat profesi dari sejumlah instansi, termasuk Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Sosial. 

“Standar mutu layanan yang baik adalah kunci mengapa klien mau memilih perusahaan kita,” ujar perempuan berkerudung ini. Dia pun mengaku menseriusi usaha katering itu setelah mengikuti kursus memasak berijazah di Lembaga Pendidikan De Mono yang dikelola Dewi Motik Pramono. 

Waktu kursus seharusnya tiga bulan, tapi dia terpaksa menempuhnya dalam setahun. Maklum, dia banyak keluar kota mengikuti suaminya tugas ke luar kota. Dia harus mampu menyiapkan masakan untuk suami. Kadang sang suami mengundang banyak relasinya ke rumah. Beruntung kalau dekat dengan rumah makan yang bagus. Tapi, lebih sering dia tinggal di kawasan yang tak ada rumah makan yang enak, kecuali kelas warung tergal (warteg). “Mau tak mau saya harus bisa memasak sendiri, ya belajar dari buku resep masakan,” ujarnya. 

Tahu dirinya pandai memasak, ada saudaranya yang menawari untuk mengisi katering di perusahaan tempatnya bekerja. Tapi, berbekal pandai memasak saja tak cukup. Sebab, yang bisa mengajukan tender pengadaan katering haruslah berstatus perusahaan. 

“Ya belajar di de-Mono itulah saya banyak belajar tentang manajemen katering dan berlatih menjadi seorang entrepreneur (wirausaha),” kata dia. Ternyata usaha catering jauh berbeda karakternya dari pada membuka restoran. Kalau membuka restoran, kita harus menyiapkan tempat yang strategis agar mudah dijangkau orang. Menghadirkan orang untuk datang dan memesan menu yang kita sajikan juga bukan persoalan yang mudah, jadi butuh waktu yang lama agar resto kita laris manis. 

Selesai kursus, dibantu suaminya, Endang pun mendirikan sebuah perusahaan berbentuk CV dan bernama UFO Boga Sejahtera. Klien pertamanya adalah PT Dian Surya. Lalu menyusul PT Propam dan Torabika. Kewalahan menyiapkan catering di Torabika yang jumlah karyawannya ribu orang, terpaksa Endang berbagi rezeki dengan perusahaan lain. “Kendati demikian, masih ada saja sejumlah perusahaan yang minta kami menyediakan kateringnya,” kata ibu dari dua putri ini. 

Untuk memudahkan memasak, Endang pun mengatur menu yang sama pada hari yang sama pula. Dengan demikian, dalam satu hari hanya memasak untuk satu menu saja. “Yang terang, masakan itulah yang dimakan secara besama-sama karyawan dan para petinggi perusahaan, termasuk level direksi,” ujarnya. 

Modal Tak Kecil

Ditanya seluk beluk membuka perusahaan katering untuk perusahaan dalam jumlah besar, Endang pun buka kartu. Yang terang, membutuhkan modal awal yang tak sedikit. Misalnya untuk pengadaan peralatan dapur, perlengkapan makan, maupun armada transportasi untuk mengangkut piranti masak dan masakannya itu sendiri. 

Ada perusahaan yang menyediakan ruang khusus untuk menyimpan pirnti makan. Tapi ada yang tidak. Bagi yang tak menyediakan tempat, seluruh perlengkapan masak dan makan harus dibawa pulang lagi, banyaknya memenuhi satu truk besar. 

Yang terang, perusahaannya harus menyiapkan modal awal yang besar karena klaim ke perusahaan dua mingguan dan baru cair pada minggu keempat. “Jadi, paling tidak dalam waktu dua tiga bulan kami harus menyiapkan modal untuk membeli bahan masakan sebanyak Rp 70 jutaan,” kata ibu dua anak ini. 

Sebaliknya, saat berbelanja ke pasar atau suplayer, semua harus dibayar cash atau angsung lunas. Dia pun bersyukur suami banyak membantu permodalannya. Untungnya, urusan manajemen kateringnya, suami tak mau campur tangan. 

Untuk setok bahan masakan, Endang pun pergi ke pasar sendiri untuk mencari pedagang yang dapat dijadikan langganan. “Seminggu kami butuh 2,5 ton beras, telor 40 peti, dan ayam 500 ekor,” kata dia.

Dia menampik anggapan bisnis catering memperoleh untuk besar hingga 100%. Sebab, bisnis katering pabrik marginnya kecil. Tapi, minimal Rp 500 per paket. Yang diandalkan adalah volumenya, dan dalam jangka waktu yang lama, bisa berbulan-bulan.

Berkah Catering

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *